PETUALANGAN MENCARI ORANGUTAN DIKAPUAS HULU

Berdasarkan studi genetika dari orangutan Borneo,terdapat tiga sub-spesies orangutan yang telah diidentifikasi, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wurmbii di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio di timur laut Borneo. Dari ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. wurmbii merupakan sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling besar, sementara P.p. morio adalah sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling kecil.

Pada tahun 2004, ilmuan memperkirakan bahwa total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Diantara ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. pygmaeus merupakan sub-spesies yang paling sedikit dan terancam kepunahan, dengan estimasi jumlah populasi sebesar 3,000 hingga 4,500 individu di Kalimantan Barat dan sedikit di Sarawak, atau kurang dari 8% dari jumlah total populasi orangutan Borneo.

Deskripsi Fisik
  • Orangutan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar.
  • Satwa ini memiliki rambut panjang dan kusut berwarna merah gelap kecoklatan, dengan warna pada bagian wajah mulai dari merah muda, merah, hingga hitam.
  • Berat orangutan Borneo jantan dewasa bisa mencapai 50 hingga 90 kg dan tinggi badan 1,25 hingga 1,5 m. Sementara jantan betina memiliki berat 30 - 50 kg dan tinggi 1 m.
  • Bagian tubuh seperti lengan yang panjang tidak hanya berfungsi untuk meraih makanan seperti buah-buahan, tetapi juga untuk berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, menggunakan jangkauan dan kaki untuk pegangan yang kuat.
  • Pelipis seperti bantal yang dimiliki oleh orangutan Borneo jantan dewasa membuat wajah satwa ini terlihat lebih besar. Akan tetapi, tidak semua orangutan Borneo jantan dewasa memiliki pelipis seperti bantal.
  • Jakun yang dimiliki dapat digelembungkan untuk menghasilkan suara keras, yang digunakan untuk memanggil dan memberitahu keberadaan mereka.

Ekologi dan Habitat
Orangutan Borneo lebih banyak ditemukan di hutan dataran rendah (di bawah 500 m diatas permukaan laut) dibandingkan di dataran tinggi. Hutan dan lahan gambut merupakan pusat dari daerah jelajah orangutan, karena lebih banyak menghasilkan tanaman berbuah besar dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae yang kering dan banyak mempunyai pohon-pohon tinggi berkayu besar, seperti keruing. Orangutan borneo sangat rentan dengan gangguan-gangguan di habitatnya, meskipun P.p. morio menunjukkan toleransi yang relatif tak terduga mengenai degradasi habitat di bagian utara Pulau Borneo.

Ancaman
Semua sub-spesies orangutan Borneo adalah spesies langka dan sepenuhnya dilindungi oleh perundang-undangan Indonesia. Spesies ini diklasifikasikan oleh CITES ke dalam kategori Appendix I (species yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena sangat rentan terhadap kepunahan). Beberapa ancaman utama yang dihadapi oleh orangutan Borneo adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan. Dalam satu dekade terakhir, di tiap tahunnya, paling tidak terdapat 1,2 juta ha kawasan hutan di Indonesia telah digunakan untuk aktivitas-aktivitas penebangan berskala besar, pembalakan liar, serta konversi hutan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh fenomena iklim seperti badai El Nino dan musim kering yang berkepanjangan juga mengakibatkan berkurangnya populasi orangutan. Selama 2o tahun terakhir, habitat orangutan Borneo berkurang paling tidak sekitar 55 %.

Upaya WWF dalam Konservasi Orangutan Borneo
WWF bekerjasama dengan berbagai pihak seperti pemerintah Indonesia, organisasi dan masyarakat lokal, untuk menyelamatkan dan mengurangi kerusakan habitat orangutan. Tiga komponen WWF dalam melaksanakan kegiatan konservasi orangutan di Heart of Borneo adalah:
  1. Memfaslitasi terciptanya sebuah jaringan dari kawasan-kawasan lindung sebagai sebuah kawasan perlindungan untuk spesies kunci, seperti orangutanMenghubungkan kawasan-kawasan lindung tersebut dengan ‘koridor satwa’ yang dikelola secara teliti, memastikan orangutan dan spesies lain dapat bergerak dengan leluasa di dalamnya.
  2. Memastikan semua kawasan lain di dalam maupun di perbatasan Heart of Borneo yang statusnya tidak dilindungi dapat dipertahankan sama seperti kawasan hutan dengan cara dikelola secara berkelanjutan. Lebih dari 70% populasi orangutan Borneo diperkirakan berada di luar kawasan-kawasan yang dilindungi, dengan mayoritas berada di dalam kawasan konsesi. Penelitian WWF menunjukkan bahwa orangutan Borneo mampu bertahan hidup di kawasan hutan konsensi, apabila dampak penebangan dikurangi melalui implementasi Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, penebangan dilakukan secara selektif, keutuhan pohon-pohon berbuah tetap dijaga , serta aktivitas perburuan dikontrol secara ketat.
  3. Melalukan kampanye penyadartahuan tentang konservasi orangutan kapada kelompok-kelompok masyarakat, terutama masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan habitat orangutan.
WWF juga telah menjalankan beberapa program konservasi orangutan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Barat, kerja konservasi WWF difokuskan untuk P.p. pygmaeus di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum, serta koridor satwa yang ada di antaranya. Kedua taman nasional itu berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu. Sementara itu, kawasan-kawasan konsensi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat ditargetkan untuk perlindungan sub-spesies P.p. wurmbii. Di Kalimantan Tengah, kerja WWF untuk konservasi orangutan difokuskan pada orangutan yang berhabitat di Taman Nasional Sebangau
Nanti akan dilanjutkan untuk melakukan penambahan poin dalam penulisan dan lain sebagainya. Pada dasarnya dalam aspek penulisan adal
Upaya konservasi orangutan yang dihadapi saat ini tidak hanya terkendala pada minimnya lokasi pelepasliaran. Tetapi juga, masih maraknya jual beli orangutan yang dilakukan pedagang liar secara online.
Jamartin Sihite, CEO Borneo Orangutan Survival Foundation(BOSF)atau Yayasan Borneo Orangutan Survival, berharap pemerintah membuat kebijakan terkait lokasi untuk pelepasliaran orangutan. Menurutnya, dalam 10 tahun terakhir, konversi lahan untuk perkebunan sawit dan HPH telah mempersempit habitat orangutan. Dampak negatif yang terjadi adalah konflik orangutan dengan manusia tidak bisa dihindari.
“Pemerintah sebaiknya tidak memberi izinbaru untuk lahan yang dijadikan perkebunan sawit. Jangan menambah lahan baru, tapi tingkatkan produktivitas dari lahan yang ada,” ujarnya di sela perayaan Hari Orangutan Internasional di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, untuk perlindungan orangutan, Jamartin menyerukan adanya ketegasan hukum bagi mereka yang secara nyata menjual primata dilindungi ini. Kontrol yang ketat terhadap penyelundupan orangutan harus ditingkatkan, terutama melalui jalur pelabuhan dan bandar udara. “Adanya sejumlah orangutan yang dipulangkan dari luar negeri ke Indonesia menunjukkan celah kosong yang dimanfaatkan pelaku kejahatan satwa liar untuk memuluskan aksinya,” tuturnya.
Tymur, misalnya, yang dipulangkan ke Indonesia pada 17 April 2017 setelah dua tahun di Kuwait, sejak 2015. Taymur merupakan bayi orangutan jantan usia dua tahun, korban perdagangan satwa liar ilegal jaringan internasional. Saat itu, petugas keamanan Kuwait menemukannya ketika dibawa berkendara pemiliknya, warga Kuwait.
Sebelumnya, BOSF juga terlibat dalam pemulangan Moza dan Puspa dari Kuwait serta beberapa individu orangutan dari Thailand pada 2015. Semua orangutan tersebut adalah korban penyelundupan dan perdagangan ilegal satwa liar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL LEBIH DEKAT BANG FAHRI HAMZAH